Custom Search

6/06/2008

Megapiksel atau Perbesaran Optik?


Oleh: Valens Riyadi

Perkembangan kamera digital memang sangat pesat. Dalam tujuh tahun terakhir, 22 produsen kamera digital terkemuka telah meluncurkan tidak kurang dari 650 jenis kamera.

Mulai dari kamera untuk pemula yang sangat miskin fasilitas, namun mudah penggunaannya, hingga kamera bagi fotografer profesional. Munculnya kamera digital mulai marak dalam tiga tahun belakangan. Hal itu ditandai dengan merosotnya angka penjualan film seluloid hampir di seluruh belahan dunia.

Sebagian besar jenis kamera digital yang diluncurkan diperuntukkan bagi kalangan pemula. Hampir semua produsen berlomba menghasilkan kamera yang canggih, mungil, dan berusaha menarik pembeli dengan spesifikasi teknik yang terlihat mewah.

Beberapa tahun lalu, fasilitas yang ditawarkan adalah nilai kemampuan perbesaran (zoom). Biasanya yang diiklankan adalah nilai perbesaran yang merupakan akumulatif antara perbesaran digital dan perbesaran optik.

Perbesaran optik adalah perbesaran gambar yang direkam kamera melalui lensa. Seluruh perbesaran ini sepenuhnya terjadi secara fisik. Adapun perbesaran digital sebenarnya hanya proses pemotongan sisi-sisi gambar (hanya diambil bagian tengahnya saja) dan kemudian dilakukan perbesaran menggunakan software sesuai dengan algoritma komputer tertentu.

Gambar yang dihasilkan tidak setajam perbesaran secara optik. Belakangan, para produsen tidak banyak lagi mengiklankan kemampuan kameranya untuk melakukan perbesaran digital karena memang tidak terlalu berguna. Perbesaran gambar menggunakan perangkat lunak seperti Photoshop akan menghasilkan gambar yang lebih baik daripada perbesaran digital di kamera.

Tingkat perbesaran

Selain ditentukan oleh tingkat perbesarannya, ukuran gambar yang dihasilkan juga ditentukan oleh jumlah titik yang dapat terekam kamera. Ukuran gambar biasanya ditampilkan dalam satuan megapiksel, yang setara dengan satu juta titik gambar. Kamera yang dapat menangkap gambar dengan ukuran 3.000 kali 2.000 piksel disebut memiliki kemampuan 6 megapiksel (enam juta titik).

Makin besar megapikselnya, makin besar pula hasil yang dapat dicetak di kertas foto tanpa perlu terlihat pecah. Dengan pencetakan yang menggunakan ketajaman 250 dpi (dot per inch), gambar berukuran enam megapiksel dapat dicetak dengan optimal pada kertas berukuran 30 cm x 20 cm.

Kamera prosumer yang berada di pasaran saat ini sebetulnya sudah sangat maju jika kita hanya memerhatikan satuan pembesaran optik dan kemampuan megapikselnya. Sebagai contoh, kamera Kodak P850 yang dirilis awal Agustus lalu dapat menghasilkan gambar lima megapiksel dan memiliki perbesaran optik 12 kali atau setara dengan 432 mm pada kamera SLR (single lens reflex).

Masyarakat yang ingin membeli kamera digital biasanya sudah cukup puas dengan membandingkan tingkat perbesaran optik dan megapikselnya. Namun, kualitas kamera tidak bisa hanya ditentukan dari kedua besaran tadi. Masih banyak parameter lain yang perlu dipertimbangkan.

Tingkat ketajaman lensa tiap merek kamera berbeda-beda. Untuk hal yang satu ini, kualitas lensa-lensa yang bisa dilepas (interchangeable lens) jelas-jelas tidak tersaingi oleh kualitas lensa-lensa bawaan kamera-kamera prosumer.

Namun, untuk kamera prosumer, ada baiknya dipilih kamera yang menggunakan lensa buatan produsen lensa terkemuka, seperti Leica, Carl Zeiss, Nikon, ataupun Canon.

Kamera prosumer

Sebagian besar pengguna kamera prosumer banyak mengandalkan pengaturan pencahayaan otomatis. Bidik dan langsung jepret. Tidak perlu pusing-pusing memikirkan berapa kecepatan rana, asa, dan besaran diafragma yang dibutuhkan.

Kemampuan kamera untuk melakukan kalkulasi pengukuran pencahayaan menjadi hal yang cukup penting. Bisa saja gambar yang dihasilkan tajam namun gelap.

Selain itu, salah satu faktor yang paling penting adalah kualitas sensor pada kamera. Kamera prosumer dengan harga murah biasanya memiliki sensor yang kecil dan jumlah titik yang tidak sama banyak dengan yang diiklankan.

Bisa jadi, sebuah kamera saku yang disebut mampu memotret dengan lima megapiksel sebetulnya hanya mampu memotret dengan tiga atau empat megapiksel. Setelah gambar ditangkap sensor, tetap dilakukan perbesaran digital (interpolasi) sehingga gambar jadi berukuran lima megapiksel.

Makin panjang kemampuan perbesaran optik, makin membuat kita asyik memotret. Obyek yang letaknya jauh bisa kita bidik dengan komposisi yang cukup besar dan dekat. Namun, sering kali pengguna tidak sadar bahwa kemungkinan terjadi goyangan (shake) semakin besar.

Selain itu, biasanya kamera prosumer yang memiliki lensa panjang (lebih dari lima kali perbesaran) tidak disertai dengan bukaan lensa (diafragma) yang lebar. Hal itu mengakibatkan kecepatan bukaan rana semakin lambat. Kemungkinan goyang akan semakin besar. Karena itu, sebagian kamera prosumer, seperti Panasonic Lumix FZ20 dan Ricoh Caplio R3, memberikan juga fitur peredam goyangan.

Bagaimanapun, kalau kita ingin mendapatkan foto yang berkualitas, kamera-kamera kelas DSLR (Digital SLR) adalah pilihan yang perlu dipertimbangkan. Perusahaan besar seperti Canon dan Nikon telah mengeluarkan seri-seri kamera DSLR yang harganya (termasuk lensa standar) berkisar Rp 7-8 juta. Sebut saja Canon 350D dan Nikon D50.

Menguasai teknik

Takut karena merasa tidak menguasai teknik memotret? Jangan takut, kamera-kamera DSLR terbaru pun sebetulnya bisa disetel untuk digunakan dalam mode yang sepenuhnya otomatis. Tinggal membidikkan kamera dan menjepret, persis seperti kamera saku.

Hasilnya akan dapat langsung kita lihat pada layar LCD. Dalam kondisi normal, dijamin hasilnya akan tajam dan jelas. Kalaupun terdapat kesalahan pada jepretan pertama, tidak perlu khawatir. Jepret lagi. Tidak ada uang yang terbuang seperti halnya memotret dengan kamera berfilm. Selamat datang di dunia kamera digital!

Valens Riyadi, Administrator Fotografer.Net E-mail: valens@fotografer.net



Tidak ada komentar: